Riau Lahan Bagi Koruptor>>> oleh.Karno Raditya

Riau Lahan Bagi Koruptor>>> oleh.Karno Raditya

 
Riau Lahan Bagi Koruptor
oleh.Karno Raditya


Menurut catatan penulis, 50 persen kepala daerah terjerat kasus hukum. Ini artinya, otonomisasi ternyata menjadikan penyebaran korupsi, bukan hanya di pusat, tetapi kini juga ke daerah-daerah.

Korupsi saat ini telah menggurita tidak hanya di eksekutif, legislatif dan yudikatif, tapi juga pada lembaga tinggi negara yang diharapkan bisa mengawal konstitusi dan menegakkan hukum seperti Mahkamah Konstitusi.

Sistem politik yang kita kembangkan pada era reformasi, ternyata telah membuka peluang bagi koruptor. Politik kita selama ini dengan sistem kepartaian dan pola rekrutmen menyebabkan high cost politic atau politik biaya tinggi.

Politik biaya tinggi, menurut pengamatan penulis memang terjadi pada pemilihan kepala daerah, apalagi pemilihan presiden. Akibat biaya tinggi itu, banyak kepala daerah kemudian mengambil jalan pintas dengan harapan biaya yang dikeluarkannya segera kembali. Sehingga yang terjadi adalah melakukan tindakan korupsi.

Agaknya,memang perlu ada perubahan perundang-undangan yang mengatur soal pemilihan langsung kepala daerah (pemilukada). Terutama untuk pemilihan daerah tingkatan kabupaten dan kota. Sebaiknya tidak perlu seperti yang ada sekarang ini. Artinya tidak perlu pemilihan secara langsung. 18 Gubernur dan 343 Bupati/Wali Kota Terjerat

Jika melihat fakta yang ada, tampaknya pemerintah pun seperti kehabisan akal untuk memberantas korupsi. Tingkat korupsi yang saat ini terjadi sudah beranak pinak dan mendarah daging pada pejabat-pejabat di Indonesia.

Hal ini bisa dilihat dari Lansiran Komisi Pemberantasan (KPK) yang menyebut ada 18 gubernur dan 343 bupati/wali kota yang terjerat kasus korupsi.

Deputi Pengawasan Internal dan Pengaduan KPK, Ranu Wiharja pernah mengatakan, bahwa pada awalnya metamorfosa korupsi dilakukan oleh PNS golongan rendah.

Namun saat ini korupsi juga dilakukan oleh para politisi untuk mempertahankan kekuasaan. Karena itu dengan kekuasaanya para politisi berusaha mencari celah untuk melakukan korupsi. Korupsi juga dilakukan oleh pelaku usaha yang memang berpikiran serakah.

Awalnya korupsi hadir itu untuk mempertahankan hidup, dilakukan PNS pangkat rendahan. Namun merambah ke pelaku usaha yang bukan untuk bertahan hidup tetapi serakah. Selanjutnya, korupsi dilakukan oleh politisi untuk mempertahankan kekuasaan.

Hebatnya lagi, tindakan korupsi juga dilengkapi dengan menggunakan ahli hukum dan keuangan agar perbuatan jahatnya terkesan benar dan tidak melanggar hukum.

Saat ini, korupsi di daerah merambah ke pengelolaan keuangan daerah, perizinan yang memicu suap dan gratifikasi, serta pengelolaan pengadaan barang dan jasa.

Tingkat korupsi ke-18 Gubernur dan 343 Bupati/kota terasa menggila dan seolah menjadi kebiasaan bagi para pejabat tersebut. Hal gila inilah yang kemudian merusak tata kelola keuangan daerah berikut dengan moral para pejabatnya.

Kemudian yang paling hebat, Indonesia Corruption Watch (ICW) sempat memberi usulan kepada Museum Rekor Indonesia (MURI) untuk memberi penghargaan kepada Riau. Provinsi di Sumatra itu layak mendapat rekor untuk daerah terkorup.

Rekor itu pantas disandang karena tiga Gubernur Riau secara berturut-turut ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lantaran terlibat aktif dalam kasus korupsi.

Ada tiga Gubernur Riau yang ditangkap KPK. Pertama, Gubernur Riau periode 1998-2003, Saleh Djasit, ditangkap lantaran tersangkut kasus pengadaan mobil pemadam kebakaran dengan hukuman empat tahun penjara.

Kemudian Gubernur Riau periode 2003-2013, Rusli Zainal, ditangkap akibat tersangkut kasus suap PON dan izin kehutanan. Rusli dihukum 15 tahun penjara. Teranyar, Gubernur Riau Annas Maamun ditangkap terkait kasus suap alih fungsi lahan.

Provinsi Riau Darurat Korupsi

Berdasarkan statistik sejak 2007, khusus Provinsi Riau, KPK sudah menangani tindak pidana korupsi yang melibatkan total 25 orang, Dari 25 orang tersebut untuk kategori anggota dewan sebanyak 11 orang, pejabat eselon di Pemprov Riau sebanyak delapan orang, gubernur tiga orang, swasta ataupun BUMN dua orang, dan satu lagi masuk dalam kategori lainnya. Ini merupakan salah satu rekor terbesar KPK menjerat pelaku korupsi dalam satu provinsi.

Sementara di kategori berdasar sektor, sektor perizinan ada enam perkara, sektor pengurusan anggaran 21 perkara, sektor pengadaan barang dan jasa ada satu perkara.

Penetapan empat tersangka kasus dugaan korupsi tanah dan pembangunan pelabuhan dorak, Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti, menambah daftar panjang kasus korupsi yang terjadi di Riau.

Keempat tersangka yang beru menjalani sidang pertama pada tanggal (6/10) 2016 lalu itu masing-masing adalah Zubiarsyah mantan Sekdakab Meranti yang sekaligus selaku pengguna anggaran dalam pengadaan lahan tersebut.


Selanjutnya ada Mohammad Habibi merupakan mantan Kasubbag Pemerintahan Umum Setdakab Kepulauan Meranti, yang sekarang menjabat Kabid Aset dan Daerah, sekaligus Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan dalam proyek yang bernilai puluhan miliar rupiah tersebut.

Tersangka lainnya adalah Suwandi Idris yang merupakan Kepala Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Kepulauan Meranti yang juga merupakan Sekretaris Pengadaan Tanah untuk Kawasan Pelabuhan Dorak. Terakhir Abdul Arif yang merupakan 'broker' dalam pengadaan lahan pelabuhan tersebut.

Berdasarkan dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Candra Riski SH dan Robby P SH. Diketahui perbuatan keempat terdakwa terjadi tahun 2012-2014 lalu. Saat pelaksanaan Proyek Multiyear, Pembangunan Pelabuhan Kawasan Dorak.
 
Proyek yang dirancang bertaraf internasional itu, menelan anggaran sebesar Rp650 miliar, dengan memakan waktu pengerjaan selama tiga tahun. Namun, kenyataannya pembangunan proyek tidak selesai atau terbengkalai karena diduga proyek ini diduga tidak direncanakan secara matang dan terkesan dipaksakan. Sehingga negara dirugikan Rp 2 Miliar lebih.
 
Atas perbuatannya, keempat tersangka dijerat Pasal 2, Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah ditambah dan diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Irwan Nasir Pun Diperiksa

Terkait kasus dugaan korupsi pembangunan pelabuhan dorak ini, Bupati Kepulauan Meranti, Irwan Nasir juga sempat diperiksa Kejati Riau sebagai saksi Politisi PAN ini memang tidak banyak berkomentar. Dia hanya membenarkan bahwa dirinya diperiksa terkait dugaan korupsi pada pembangunan pelabuhan Dorak.

Saat diperiksa sebagai saksi, Irwan lebih banyak mengaku lupa terkait proyek yang dikucurkan melalui skema pembayaran tahun jamak tersebut.

Menurut catatan penulis, selain kasus pelabuhan dorak, masih banyak kasus dugaan korupsilainnya yang terjadi dikepulauan Meranti, namun sejumlah kasus dugaan korupsi tersebut masih ditangani pihak Kejari Meranti. Termasuk salah satunya adalah kasus dugaan korupsi Yayasan Universitas Kepulauan Meranti (UKM), yang telah menetapkan Nazaruddin sebagai tersangka.

Menurut sumber di Kejari Meranti, jumlah tersangka bisa saja bertambah karena pemeriksaan terhadap saksi lainnya belum final. Sementara sejumlah nama yang sudah diperiksa sebagai saksi diantaranya adalah  berinisial Mz, Hz dan Zb. Ketiga nama anggota dewan tersebut tercatat sebagai pengurus di akta pendirian Yayasan Meranti Bangkit.

Saksi lainnya adalah Ahmad Yani,Kepala Kesbangpolinmas Kepulauan Meranti yang dulunya menjabat sebagai Kepala Bagian Kesra Setdakab Kepulauan Meranti, M Arif MN, Kepala DInas Pendidikan dan Kebudayaan Kepulauan Meranti, dan pegawaiBadan Penelitian Dan Pengembangan Provinsi Riau,H Masrul Kasmy mantan Wakil Bupati Kepulauan Meranti, yang dalam hal ini kapasitas beliau sebagai Tim Verifikasi di Pemerintahan dan Pengawas di Yayasan.

Selain mantan Wakil Bupati, diperiksa Zulkifli selaku Ketua 1 Yayasan, Sukirman Manaf selaku Bendahara Umum, yang juga Pendiri dan Pembina Yayasan sejak tahun 2010, serta Elhami Abdullah, selaku Sekretaris Yayasan.

Pemeriksaan yang dilakukan Kejari ini terkait aliran dana hibah dari APBD Kabupaten Kepulauan Meranti ke Yayasan Meranti Bangkit mulai tahun 2011. Ia menyebutkan nama yang nantinya diumumkan sebagai tersangka awal yakni Ketua Yayasan Meranti Bangkit (YMB) Nazaruddin.

Jika melihat sederet kasus hukum menyangkut kasus dugaan korupsi di Riau, kita memang patut menyebut bahwa Riau memang ladang bagi para koruptor. Berikut catatan penulis tentang sejumlah nama yang terjerat kasus korupsi di Riau.

1. Gubernur Riau, Saleh Djasit, 1998-2003

Saleh Djasit tersangkut korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran yang juga menyeret Menteri Dalam Negeri (Mendagri) kala itu, Hari Sabarno sebagai tersangka dan Hengky Daud, kontraktor pengadaan. Kasus ini ditangani langsung oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Majelis Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis mantan anggota DPR RI Periode 2004-2009 dari Golkar tersebut empat tahun penjara dan denda sebesar Rp200 juta, serta subsider enam bulan kurungan pada Agustus 2008.

Ia terbukti sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dengan cara penunjukan langsung (PL) dalam pemilihan mobil pemadam kebakaran 20 unit di Riau pada 2003 dengan kerugian negara Rp 4,719 miliar.

2. Gubernur Riau, Rusli Zainal, 2003-2013

Gubernur penerus Saleh Djasit ini, di akhir periode kedua saat menjabat, tersandung kasus dugaan korupsi PON Riau dan kehutanan. Di tingkat Pengadilan Negeri Tipikor Pekanbaru, Ketua DPD Golkar Riau, 2004-2009 ini, diputuskan bersalah dengan hukuman 14 tahun kurungan penjara mencabut hak politiknya sebagai pejabat publik.

Kemudian, mantan Bupati Indragiri Hilir (Inhil) ini banding dan divonis lebih ringan menjadi 10 tahun kurungan penjara. Kasus ini langsung ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Namun, di Mahkamah Agung dengan hakim yang menyidangkannya, Artidjo Alkostar, vonis Rusli kembali ke putusan semual, PN , penjara 14 tahun dan mencabut hak politiknya serta denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan.

3. Gubernur Annas Maamun, 2013-2018

Mantan Bupati Rokan Hilir (Rohil) dua periode ini, 2006-2016, menjadi Gubernur Riau defenitif terpendek masa menjabatnya sejak provinsi ini terbentuk, 1958. Annas menjabat sejak 19 Februari 2014 saat dilantik sebagai Gubernur Riau bersama Arsyadjuliandi Rachman, wakil gubernur Riau, oleh Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi.

Selang tujuh bulan kemudian, 25 September 2014, Ketua DPD I Golkar Riau ini ditangkap KPK dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK bersama dengan dosen Fakultas Pertanian, Gulat Emas Manurung, dalam kasus suap alih fungsi lahan. Annas divonis 6 tahun penjara denda Rp 200 juta subsider dua bulan kurungan penjara oleh majelis hakim PN Tipikor Bandung, Jawa Barat,

Annas kasasi ke Mahkamah Agung. Namun, hakim MA malah memperberat hukumannya mejadi 7 tahun penjara dengan denda Rp 200 juta subsider enam bulan kurungan penjara. Annas Maamun juga terseret sebagai tersangka dalam kasus suap pembahasan APBD dan RAPBD Riau.

Dalam kasus ini, selain Annas Maamun, juga terseret A Kirjuhari, anggota DPRD Riau dari PAN periode 2009-2014, Ketua DPRD Riau kala itu, Johar Firdaus dan Suparman.

4. Bupati Rokan Hulu, Ramlan Zast, 2001-2006

Ramlan Zas, didakwa oleh majelis hakim terseret kasus dugaan korupsi pengadaan genset tahun 2005 saat ia menjabat sebagai Bupati Rokan Hulu. Dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan menyebutkan Bupati periode 2001-2006 ini telah melakukan korupsi pengadaan genset senilai Rp 39 miliar.

Selain itu, kerugian negara senilai Rp 7,9 miliar bersama Sekretaris Daerah, kala itu dijabat Muzawir. Atas perbuatannya, jaksa menuntut terdakwa dengan pidana penjara 4 tahun enam bulan, dan hakim menjatuhkan vonis lebih ringan enam bulan, menjadi 4 tahun serta membayar denda Rp 200 juta, dengan subsider dua bulan kurungan.

Namun, berdasarkan Keputusan Kasasi Mahkamah Agung (MA) RI Nomor 161.K/PID.SUS/2008, tertanggal 7 April 2008, memutuskan vonis 1 (satu) tahun 3 (tiga) bulan, subsider 3 bulan kurungan dan denda Rp 50 juta.  

5. Bupati Pelalawan, Tengku Azmun Jaafar, 2001-2011

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menangani kasus korupsi kehutanan dengan melibatkan perusahaan-perusahaan kayu berafiliasi ke dua perusahaan bubur kertas dan kertas beroperasi di Riau, menjadikan Bupati Pelalawan, Tengku Azmun Jaafar, sebagai pintu masuknya.

Azmun divonis 11 tahun penjara di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, 16 September 2008. Ia dinilai bersalah menerbitkan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu-hutan tanaman atau IUPHHK-HT, berakibat kerusakan hutan di Pelalawan.

Selain memvonis 11 tahun penjara, majelis hakim juga memerintahkan Azmun membayar denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan dan membayar uang pengganti Rp 12,367 miliar.

Jika dalam satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, dan tak dibayar, harta bendanya akan disita dan dilelang untuk negara. Jika harta bendanya tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti itu, diganti dengan pidana empat tahun penjara.

6. Bupati Siak, Arwin AS, 2001-2011,

Kasus menjerat Arwin AS, sama persis seperti dialami Gubernur Riau, Rusli Zainal, Bupati Pelalawan, Tengku Azmun Jaafar, dan Bupati Kampar, Burhanuddin Husein, kasus korupsi kehutanan dalam pemberian izin kepada perusahaan kehutanan di Riau.

Arwin divonis pada Kamis, 22 Desember 2011, dengan hukuman 4 tahun penjara ditambah denda Rp 200 juta subsider 6 bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Pekanbaru.

Selain itu, Arwin juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 800 juta lebih dan 2.000 Dolar AS. Uang pengganti paling lambat dibayar dalam rentang waktu satu bulan, bila tidak dibayar harta benda terdakwa disita untuk negara. Kalau tidak mencukupi terdakwa dihukum 10 bulan penjara.

7. Bupati Kampar, Burhanuddin Husein, 2005-2011.

Burhanuddin Husein, Bupati Kampar periode 2005-2011 ini, tersandung kasus dugaan korupsi saat menjabat sebagai Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau. Ia ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus kehutanan saat dilakukan pengembangan untuk tersangka lainnya, Bupati Pelalawan, Tengku Azmun Jaafar dan Bupati Siak, Arwin AS.

Burhanuddin ditetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi penerbitan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) di sejumlah perusahaan, di Kabupaten Pelalawan dan Siak.

Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pekanbaru, menjatuhkan vonis Burhanuddin Husein selama 2 tahun 6 bulan penjara dengan denda Rp 200 juta subsider dua bulan kurungan penjara.


8.  Bupati Indragiri Hulu, Raja Thamsir Rachman, 2000-2010

Birokrat ini dijerat secara berjemaah melakukan korupsi APBD Kabupaten Indragiri Hulu bersama-sama dengan seluruh anggota DPRD Inhu periode 2004-2009.

Dalam vonisnya di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, 2008 silam, Thamsir Rachman dijatuhkan putusan delapan tahun penjara denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan.

Selain itu, mantan Wakil Ketua DPRD Riau 2009-2014 dari Partai Demokrat tersebut, harus membayar uang pengganti kerugian negara Rp 28,8 miliar subsider 2 tahun penjara. Ini sesuai dengan putusan kasasi Mahkamah Agung Nomor registrasi perkara 336 K/ PID.SUS/2014 MA RI tertanggal 10 Februari 2014 itu, MA menguatkan putusan Pengadilan Tipikor Pekanbaru.

Thamsir Rahman melakukan tindak pidana korupsi dengan cara kas bon terhadap APBD Inhu selama dirinya menjabat. Akibatnya, terdapat kerugian negara Rp 114 miliar.

9. Bupati Rokan Hulu, Suparman, 2016-2021

Suparman, selain Annas Maamun, merupakan kepala daerah yang terpendek masa jabatannya. Suparman ditetapkan tersangka oleh KPK 10 hari jelang ia dilantik sebagai Bupati oleh Plt Gubernur Riau, Arsyadjuliandi Rachman, Jumat, 8 April 2016.

Penetapan tersangka ini merupakan pengembangan kasus suap APBD Riau yang menjerat Gubernur Riau Annas Maamujn dan Anggota DPRD Riau 2009-2014, A. Kirjuhari.

Suparman menjalani dua kali pemeriksaan oleh KPK, sebelum ditahan di Rutan Pomdam Jaya Guntur, Jakarta Timur, Selasa, 7 Juni 2016. Ketua DPD II Golkar Rokan Hulu ini menjabat selama sekitar 50 hari.

10. Bupati Bengkalis, Herliyan Saleh, 2011-2016

Herliyan Saleh ditetapkan tersangka oleh Polda Riau saat masa Pemilukada Bengkalis, 2015 silam. Ia ditetapkan tersangka bagian dari pengembangan kasus yang melibatkan Ketua DPRD Bengkalis, Jamal Abdillah serta beberapa anggota DPRD Bengkalis periode 2009-2014.

Herliyan menjalani sidang perdana Selasa, 7 Juni 2016. Ia ditahan Polda Riau, beberapa saat usai KPU Bengkalis mengumumkan penetapan pasangan calon pemenang Pemilukada.

Siapakah Bupati Riau lainnya yang akan menyusul sejawatnya? Kita tunggu,karena aparat penegak hukum, baik Kepolisian,kejaksaan dan KPK sedang melakukan investigasi lanjutan. ***

 

Berita Lainnya

Index